google7815267b1395e37a.html | Mat Tempak

Pak Lesap adalah putera Madura keturunan Panembahan Cakraningrat I dengan isteri selir, karena itu pada umumnya ia kurang mendapat kedudukan dibanding dengan putera-putranya dari isteri Padmi. Pada suatu waktu ia di beritahu oleh ibunya siapa sebenarnya ayahnya, sebagai seorang pemuda ia mersa kesal dan berusaha untuk tampil kedepan dengan macam2 keahliannya. Ia suka sekali bertapa di Gunung-gunung dan dikuburan-kuburan yang keramat. Pada suatu waktu ia bertapa di gunung Geger (di Bangkalan) sampai cukup lamanya sekembali ia bertapa ia mempunyai beberapa macam keahlian dan terutama ia menjadi dukun untuk menyembuhkan macam-macam penyakit. Hal itu terdengar oleh Raja bangkalan lalu ia di panggil dan diperkenankan untuk tinggal di Bangkalan dan diberinya rumah di Desa Pejagan, selain itu Raja juga mengijinkan ia menjalankan prakteknya sebagai dukun, ialh memberinya obat2 tan kepada siapapun yang menderita sakit, meskipun sudah mendapat penghormatan semacam itu Ke' Lesap masih merasa belum puas karena ia mersa sering diawasi oleh Raja, yang tersembunyi dibalik itu ia mempunyai ambisi untuk memegang pemerintahan di Madura karena itu Ke' Lesap meninggalkan kota Bangkalan terus menuju ke Timut dan ahirnya ia sampai di goa Gunung Pajuddan di daerah Guluk-Guluk dan di Guwa itulah ia bertapa untuk beberapa tahun lamanya. Diceritakan bahwa ke' Lesap mempunyai sebuah golok yang dapat disuruh untuk mengamuk sendiri tanpa ada orang yang memegangnya, karena kesaktian-kesaktian yang ia miliki ia makin dikenal sampai kepelosok Madura. Ahirnya Ke' Lesap merasa yakin pada dirinya sendiri bahwa ia sudah cukup mampu untuk mengobarkan api pemberontakan, keahlian dan kemasyhurannya banyak membawa simpati pada rakyat, sehingga ketika ia turun dari pertapaannya di gunung Pajudan ia dapat menaklukan desa-desa yang ia datangi. Dengan bantuan pengikutnya Ke' Lesap mulai menyerang kerajaan Sumenep pertempuran terjadi dimana-mana dan tak lama kemudian Sumenep dapat didudukinya. Pangeran Cokronegoro IV (Raden Alza) sebagai Bupati Sumenep merasa sangat ketakutan ia melarikan diri bersama-sama keluarganya ke Surabaya dan melaporkan adanya pemberontakan itu kepada Kompeni. Setelah keraton Sumenep dapat diduduki, pak lesap menuju ke pamekasan melalui jalan sebelah selatan ialah Bluto, Prenduan, Kaduaradan seterusnya. Dimanapun tempat yang ia lalui disambut oleh rakyat dengan penuh simpati dan terus memasukan diri sebagai pasukan pemberontak, Pamekasan dengan mudah pula dapat dikalahkan karena pada waktu itu Bupati Pamekasan Tumenggung Ario Adikoro IV (R. Ismail) tidak ada ditempat ia sedang bepergian ke Semarang. Adikoro IV adalah menantu Cakraningrat V di Bangkalan, sewaktu Adikoro kembali ke Semarang dan singgah di Bangkalan ia lalu mendebgar dari mertuanya bahwa Ke' Lesap melakukan pemberontakan, setelah mendengar berita itu Adikoro IV meminta diri kepada ayahnya untuk berangkat berperang melawan Ke' Lesap. Ia sangat marah karena memikirkan nasib rakyat pamekasan yang tentunya kocar kacir karena ditinggal pemimpinnya. Dengan diiringi pengikutnya yang masih setia Adikoro IV terus menuju ke Sampang dikota ini ia berhenti untuk beristirahat sebentar, pada saat makan siang datanglah seorang utusan Ke' Lesap dengan membawa sepucuk surat yang isinya menantang untuk berperang. Adikoro IV sangat marah nasinya tidak dimakannya bahkan ia terus berdiri dan menanyakan kepada orang-orang banyak siapa yang sanggup mengikuti dirinya untuk berperang dengan pak Lesap, Bagandan tidak menetujui untuk berangkat segera karena hari itu adalah hari naas dan menasehatkan untuk berangkat keesokan harinya saja. Tetapi adikoro tidak sabar untuk menunggu semalam saja, ia menanyakan lagi siapa yang sanggup mati bersama-bersama dengan dirinya. Penghulu Bagandan menyahut bahwa ia yang pertama2 bersedia untuk mati bersama pemimpinnya karena itu tanpa ditunda-tunda lagi Adikoro berangkat dengan diikuti penghulu Bagandan dan pengiring-pengiring menuju ke Pamekasan, Adikoro dan pasukannya mengamuk sedemikian rupa sehingga musuhnya dapat dipukul mundur sampai ke Pangantenan daerah Pamekasan, akan tetapi karena jumlah pasukan Adikoro sangat sedikit dan ia sendiri sudah amat lelah maka tidak lama kemudian perutnya terkena senjata sampai ususnya keluar. Tetapi semangatnya tidak padamia melilitkan tangkai ususnya kepada tangkai kerisnya dan ia terus mengamuk dengan tombaknya, rupanya ia kehabisan tenaga juga dan terus jatuh meninggal dunia. Demikian pula penghulu Bagandan gugur di Medan pertempuran bersama Adikoro IV. Setelah Adikoro IV dapat dikalahkan maka Pak Lesap beserta pasukannya terus menuju ke Bangkalan. Pertempuran dimulai sebab pasukan Cakraningrat V mengadakan perlawanan-perlawanan yang ukup hebat tetapi lama kelamaan pasukan Bangkalan dapat dipukul mundur dan bantuan dari Kopeni didatangkan dari Surabaya, pertempuran terus berkobar kembali. Bantuan dari Kompeni tidak dapat bertahan dan terpakasa mundur pula, karena Cakraningrat V merasa hampir kalah ia mengungsi ke Malaja, sedangkan Benteng dipertahankan oleh Pasukan Kompeni, waktu itu Pak Lesap membuat Pesanggrahan didesa Tonjung. Pada suatu malam Cakraningrat V bermimpi supaya Pak Lesap dikirimi seorang perempuan dengan disuruh memegang bendera putih yang maksudnya Bangkalan akan menyerah, tipu muslihat itu keesokan harinya dijalankan seorang perempuan diberinya pakaian Keraton sertadisuruh memegang bendera putih dan terus dikirimkan kepada Pak Lesap. Pak Lesap menerima pemberian itu dan wanita itu dibawa ke Pesanggrahannya dengan keyakinan bahwa Bangkalan sudah menyerah. Pada waktu Cakraningrat V menunggu reaksi Pak Lesap dengan dikirimkannya seorang wanita yang memegang bendera putih, tiba-tiba terlihatlah tombak pusaka Bangkalan yang bernama si Nenggolo gemetar dan bersinar-sinar seolah mengeluarkan api, Cakraningrat bangkit dari tempat duduknya dan langsung mengambil tombak itu, ia lalu mengajak pasukannya untuk berangkat berperang guna menumpas pemberontakan Ke' Lesap. Sesampainya di Desa Tonjung Pak Lesap sangat terkejut karena Cakraningrat V datang menyerang dengan tiba-tiba dengan tidak menunggu lama Cakraningrat V mendatangi pempinan pemberontak itu dan menancapkan tombaknya, pada seketika itu Pak Lesap meninggal rakyat Bangkalan yang mengikuti Rajanya berseru "Bangka-la' an" yang artinya sudah matilah. Karena itu sebagian orang Madura mengatakan bahwa nama Bangkalan itu berasal dari kalimat itu.
Blog, Updated at: 6.4.13

0 comments:

Postingan Populer